Berawal dari perginya tiga bulan pertama. Aku menjadi berubah. Aku tak mampu menilai diriku sendiri. Dalam diamnya dia menilaiku. Aku melihatnya tertawa, melihatnya senang sudah cukup bagiku. Fisik yang kupentingkan, bukan batin. Jujur, aku bukanlah psikolog yang mampu membaca psyche mu. aku telah berubah, kata-kata terakhir sebelum dia terlelap dan bermain dengan mimpinya.
Menjadi setengah bagian dari dirinya merupakan sesuatu yang sangat aku dambakan. Menjadi bagian indah hidupnya, dan juga titik air matanya. Senyum hanyalah sebatas ekspresi semu yang dipertunjukkan. Dalam senyum itu dia bertanya, “apakah aku tersenyum?” Sebuah pertanyaan dan jawaban yang sangat abstrak, “tidak, kau sedang menangis.”
Batinnya berteriak! Teriakkan yang tak bergema, tapi memekikkan batin telinga. Kekacauan batin memaksa untuk keluar. Sebuah pertarungan yang amat sengit dengan satu kata, “AKU CINTA DIA!” kata itulah yang menjadi kuat. Cinta menjadi tameng untuk berkorban. Cinta menjadi perlawanan kuat untuk tidak menyakitinya. Cinta akan mengirbankan apapun, bahkan itu nyawa sekalipun.
Terima kasih atas cinta yang telah kau berikan selama ini. Sudah 7 bulan lebih kita berhubungan. Aku minta maaf, aku sadar aku berubah sekarang. Terima kasih, kau telah membenarkanku. Aku masih butuh yang orang bilang CINTA. Sebuah kata yang mampu membuat dunia ini penuh dengan manusia. Kita lahir dari cinta, dan kita kuat dengan cinta. Aku janji akan berubah. Dan, untuk kesekian kalinya, aku minta maaf!
Maryo Anugerah Sarong dan Dian Kusumo Hapsari
Sabtu, 30 Oktober 2010